Mencintai lebih mudah diucapkan dibandingkan untuk dilakukan.
Tetapi, ketika kita merasa sudah mencintai seseorang, baik itu keluarga, teman atau pacar, benarkah itu sudah merupakan cinta dalam artian yang seutuhnya, cinta yang tulus, ikhlas yang bukan hanya sekedar kata-kata atau perasaan semu kita saja?
Mari kita pahami 10 hal berikut terkait dengan Cara Mencintai yang Tulus, Ikhlas dan Bikin Awet Hubunganmu.
1. Mendengarkan tanpa menyela
Tetapi, ketika kita merasa sudah mencintai seseorang, baik itu keluarga, teman atau pacar, benarkah itu sudah merupakan cinta dalam artian yang seutuhnya, cinta yang tulus, ikhlas yang bukan hanya sekedar kata-kata atau perasaan semu kita saja?
Mari kita pahami 10 hal berikut terkait dengan Cara Mencintai yang Tulus, Ikhlas dan Bikin Awet Hubunganmu.
1. Mendengarkan tanpa menyela
Kadang dalam mendengarkan keluh-kesah suami atau istri, kita sering menyela omongannya. Mungkin karena kita sedang buru-buru, atau topik yang dibicarakannya itu-itu saja. Terlepas itu menarik atau tidak buat kita, kita seharusnya tetap mendengarkan terlebih dahulu sampai selesai, jangan memotong pembicaraan.
Artinya kita harus menyimak apa yang ingin disampaikan oleh pasangan kita. Dengan menyimak kita telah menunjukkan rasa cinta dan keperdulian kita terhadap suami atau istri.
Menyimak membutuhkan penggabungan antara indera pendengaran dan pemikiran, sehingga dengan menyimak, kita akan lebih memahami tentang apa yang sedang dibicarakan dan mempersiapkan masukan yang baik apabila dibutuhkan.
2. Berbicara tanpa menyalahkan
Artinya kita harus menjauhkan kata-kata yang bersifat menuduh atau menyalahkan dari perkataan kita. Sering kali kita jengkel terhadap pasangan, atau orang di sekitar kita, baik teman, bawahan di kantor, anak, istri atau saudara akibat kesalahan mereka.
Dan seringkali pula kita mengucapkan kata-kata bernada menyudutkan atau menyalahkan apabila kita menemukan kesalahan pada perbuatan atau tindakan mereka.
Padahal dengan menyudutkan atau menyalahkan, kita telah menempatkan diri kita sebagai hakim dan mereka sebagai pihak pesakitan. Hal seperti ini tidak positif dan tidak menunjukkan rasa cinta.
Sebaliknya, kita harus menciptakan komunikasi yang setara, timbal-balik dan terbuka. Dengan demikian kita akan lebih paham mengenai situasi mereka dan dasar dari tindakan mereka.
3. Memberi tanpa perhitungan
Umumnya kita menyukai apa yang namanya gratis.
Kita berlomba-lomba mengejar yang namanya gratis. Tetapi saat dihadapkan dengan kondisi dimana kita seharusnya memberi, kita akan menghindar. Kita menuntut banyak dari pemerintah disaat kita selalu menghindar dari kewajiban kita sebagai warga negara, yaitu pajak!
Kita benci melihat sampah bertebaran di lingkungan tetapi kita malas untuk membayar iuran sampah. Saat kita pulang dari ibadah kita hanya melewatkan saja orang tua yang sudah renta yang menjual kerupuk untuk bertahan hidup.
Di kantor kita selalu menuntut perbaikan kesejahteraan dari perusahaan akan tetapi kita tidak bekerja secara efektif dan banyak membuang waktu kerja.
Memberi adalah menerima.
Dengan memberi kita sudah membukakan pintu berkat dari Yang Maha Kuasa. Bagaimana bisa pintu berkat dibukakan buat kita saat kita tidak mau berbagi dengan orang lain.
Kita sering menyalah gunakan kata “memberi secara bijak” menjadi seperti suatu pembenaran untuk mengesampingkan kata hati.
Memang benar, dalam memberi juga dibutuhkan kebijaksanaan, akan tetapi juga harus dibarengi dengan kata hati. Dengarkan kata hati anda karena kata hati tidak pernah berbohong.
4. Berdoa tanpa henti
Berdoa adalah sarana komunikasi kita dengan Yang Maha Kuasa. Berdoa tanpa henti bukan berarti bahwa setiap saat kita harus melipat tangan, berlutut untuk berdoa kepada Yang Kuasa.
Tetapi, senantiasa kita harus membuka jalur komunikasi kita dengan Tuhan. Caranya? Tuhan ada di hati setiap orang, yang diperlukan hanya menjenguknya saja.
Kita panggil Tuhan yang bersemayam di hati kita, baik itu dalam suasana senang maupun susah. Dan Tuhan akan hadir, menjawab melalui suara hati kita.
Oleh karena itu janganlah menepis suara hati, sebaliknya dengarkan dan lakukan yang dikatakannya, karena suara hati adalah suara dari cinta. Orang yang terbiasa menepis suara hatinya akan mengalami kekerasan hati dan kebekuan perasaan.
5. Menjawab tanpa mendebat
Yang namanya manusia pasti terlahir dengan ego. Demikian juga dalam komunikasi, sering kita merasa bahwa ide atau pemikiran kita lebih baik dari ide atau pemikiran orang lain.
Dan kita cenderung untuk memaksakan supaya pemikiran kita lebih diterima. Lama-lama akan menimbulkan kekisruhan dikarenakan kedua belah pihak mungkin akan mempertahankan pendapat atau pemikiran masing-masing, yang bisa memancing ke dalam situasi yang lebih buruk.
Dalam berkomunikasi, seperti yang kita bahas di atas sebelumnya, baiknya adalah kita harus menyimak terlebih dahulu perkataan atau pemikiran dari lawan bicara. Jangan hanya didengarkan saja apalagi langsung disela.
Apabila kita merasa pendapat orang lain butuh masukan atau penyempurnaan, kita dapat menyampaikannya secara baik-baik .
Sebaliknya juga dengan kita, harus bisa menerima kritik atau masukan dari orang lain. Mengesampingkan ego saat kita berkomunikasi adalah kunci.
6. Peduli tanpa berpura-pura
Ketika kita membutuhkan pendapat dari suami atau istri bahkan mungkin dari orang lain, umumnya kita senang apabila pendapat mereka sesuai dengan apa yang kita inginkan, sebaliknya kita bisa jengkel dan menentang ketika pendapat mereka bertolak belakang dengan apa yang kita ingin dengarkan.
Suami atau istri yang baik adalah yang berani untuk mengatakan tidak walaupun dia tahu itu akan menyakitkan dari pada mengatakan iya tetapi menjerumuskan.
Karena suami atau istri yang baik akan berbicara dan berpendapat berdasarkan cinta, tidak hanya memikirkan kenyamanan dalam berumah tangga.
7. Menikmati tanpa mengeluh
Dalam hidup tidak ada yang sempurna. Kadang selalu saja ada kekurangan yang mengganggu kesenangan yang sedang nikmati.
Saat kita sedang menikmati liburan terganggu dengan cuaca buruk yang tiba-tiba saja muncul. Saat kita sedang konsentrasi mengerjakan pekerjaan rutin, diminta atasan untuk membantu menyelesaikan kerjaannya.
Umumnya kita akan mengeluh ketika dihadapkan dengan situasi seperti itu. Keterpaksaan akibat ketidakberdayaan akan melahirkan keluhan.
Akan tetapi kita harus menyadari bahwa mengeluh tidak berguna hanya akan menghabiskan energi dan mengganggu ketentraman jiwa kita.
Sebaliknya apabila kita mampu menyikapi segala situasi/kondisi dengan cinta dan kerelaan, semuanya akan menjadi menyenangkan. Tidak akan ada lagi keluhan.
8. Percaya tanpa rasa ragu
Percaya artinya mengakui dan meyakini sesuatu yang kita anggap benar.
Ketika kita percaya berarti kita sudah merelakan keyakinan kita seutuhnya kepada sesuatu yang kita anggap benar. Percaya kepada Tuhan, percaya kepada pasangan atau percaya kepada teman, semua harus dimaknai dalam kata percaya secara seutuhnya, artinya tidak terbersit keraguan dalam rasa percaya tersebut.
Salah satu pondasi yang membangun cinta adalah rasa percaya. Kita akan dapat mencintai ketika kita sudah memiliki rasa percaya tanpa rasa ragu. Akan sulit untuk mencintai ketika masih ada keraguan di hati.
9. Memaafkan tanpa menghukum
Ketika memaafkan kesalahan seseorang kadang terbersit rasa tidak puas.
Ketika rasa tidak puas ini mengumpul dan selalu terbawa, akan meledak ketika orang tersebut kembali melakukan kesalahan kepada kita, dan akhirnya kita akan menggunakannya untuk menghukum orang tersebut.
Ini bukanlah memaafkan dalam konteks yang sebenarnya, karena dengan memaafkan kita harusnya sudah melupakan dan mengiklaskan semua beban akibat perbuatan dari orang tersebut. Dengan cinta kita akan dapat mengiklaskan dan melupakan semua beban tersebut.
Dengan cinta kita dapat memaafkan.
10. Berjanji tanpa melupakan
Janji adalah beban, sebab tuntutan atas janji adalah pemenuhan.
Tidaklah elok apabila kita sudah menjanjikan sesuatu ke suami atau istri bahkan ke orang lain akan tetapi dengan gampangnya pula kita bilang bahwa kita lupa dengan janji tersebut.
Akan tetapi janji yang didasari dengan cinta adalah janji yang disemangati dengan rasa kasih, tuntutan untuk pemenuhan atas janji tersebut tidaklah akan menjadi beban, melainkan menjadi suatu kesenangan untuk memenuhinya.
Oleh karena itu, kita jangan sembarangan mengumbar janji ke suami atau istri bahkan ke orang lain apalagi kita sadar sulit untuk memenuhinya. Janji yang tidak terpenuhi bisa menyebabkan sakit hati atau pengharapan yang tidak berkesudahan.
0 Komentar